Rina Tarol Sosialisasikan Perda Sawit di Toboali, Ungkap Dugaan Pelanggaran Perusahaan di Kawasan Konservasi

TOBOALI, BANGKA SELATAN — Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Rina Tarol, menyosialisasikan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 19 Tahun 2017 tentang Penataan Perkebunan Kelapa Sawit kepada masyarakat Bangka Selatan, dalam kegiatan Sosialisasi Perda (Sosper) yang berlangsung di Kelurahan Teladan, Kecamatan Toboali, Sabtu siang (24/5/2025).
Kegiatan ini dihadiri puluhan masyarakat setempat dan menghadirkan narasumber Plh Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Babel, Edi Kurniadi, yang membawakan materi mengenai peruntukan kawasan hutan dan kawasan bukan hutan dalam konteks pengelolaan perkebunan sawit.
Dalam pemaparannya, Rina Tarol, yang juga merupakan anggota Komisi II dari Fraksi Partai Golkar, menekankan pentingnya masyarakat memahami ketentuan yang ada dalam perda tersebut.
Menurutnya, Perda Nomor 19 Tahun 2017 merupakan regulasi resmi yang mengatur tata kelola perkebunan kelapa sawit, termasuk batasan dan kewajiban baik bagi masyarakat maupun perusahaan.
“Perda ini sudah menjadi lembaran negara. Masyarakat perlu tahu hak dan kewajiban mereka, termasuk soal kawasan mana yang boleh dan tidak boleh dimanfaatkan untuk kelapa sawit,” ujar Rina.
Rina menyoroti adanya indikasi pelanggaran perda oleh sejumlah perusahaan perkebunan sawit, khususnya yang masih melakukan penanaman di kawasan konservasi air, yang secara eksplisit dilarang oleh peraturan. Salah satu contoh nyata terjadi di kawasan Bikang, yang merupakan bagian hulu sungai yang mengaliri area persawahan di Desa Rias, Toboali.
“Kita khawatir, jika kawasan hulu sungai itu ditanami sawit, maka suplai air ke sawah bisa terganggu. Ini akan mengganggu ketahanan pangan karena sawah kita akan kekeringan,” ungkap Rina.
Lebih lanjut, ia mendorong agar masyarakat menanam komoditas alternatif yang sesuai dengan program ketahanan pangan nasional, seperti jagung, kelapa, atau kopi yang dinilai lebih ramah terhadap ekosistem konservasi.
Rina juga menyinggung soal kewajiban perusahaan sawit untuk memberikan program plasma dan peternakan sapi bagi masyarakat sekitar yang kerap tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Sementara itu, dalam presentasinya, Edi Kurniadi mengungkapkan bahwa saat ini di Kabupaten Bangka Selatan terdapat sekitar 20.000 hektare kawasan hutan yang dikelola perusahaan melalui skema Hak Guna Usaha (HGU). Ia menyebut Bangka Selatan berada di peringkat ketiga terluas untuk area HGU di Provinsi Babel, setelah Bangka Barat dan Bangka.
“Di kawasan konservasi air, jelas kelapa sawit tidak diperbolehkan. Ini sudah tertulis dalam aturan. Perda ini hadir untuk menjaga keseimbangan antara ekologi dan ekonomi masyarakat,” ujar Edi.
Menurut Edi, keberadaan Perda ini juga bertujuan untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dari sektor perkebunan, asalkan dilakukan secara berkelanjutan dan sesuai dengan peruntukan kawasan.
Sosialisasi ini mendapat sambutan positif dari warga yang hadir. Mereka mengaku lebih memahami aturan-aturan mengenai pemanfaatan kawasan hutan, dan merasa mendapatkan bekal informasi penting untuk menjaga hak atas lingkungan yang lestari.
Dengan adanya kegiatan ini, baik DPRD maupun DLHK berharap masyarakat dapat menjadi mitra aktif dalam pengawasan dan pelestarian lingkungan, serta mendorong perusahaan-perusahaan untuk lebih patuh terhadap regulasi daerah. (Eboy)