Petani Desa Rias Teriakkan Ancaman Sawit, Swasembada Pangan Presiden Prabowo Terancam

BANGKA SELATAN – Para petani sawah di Desa Rias, Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, menyuarakan keresahan mendalam atas maraknya konversi lahan persawahan menjadi perkebunan kelapa sawit, Jumat (2/5/2025).
Fenomena ini dinilai tidak hanya merugikan petani kecil, tetapi juga menjadi ancaman serius terhadap program swasembada pangan nasional yang tengah digencarkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Seorang petani setempat mengungkapkan kesedihannya karena hasil panen tahun ini mengalami kegagalan total.
“Sangat merugikan kami petani kecil, Pak. Sawah kami bisa dikatakan gagal panen. Selain serangan hama tikus, padi kami juga tidak tumbuh dengan baik karena air irigasi terganggu. Sejak kebun sawit meluas, semuanya berubah,” keluhnya.
Ia berharap pemerintah tidak tinggal diam dan segera turun tangan sebelum kerugian semakin parah dan petani sepenuhnya kehilangan mata pencaharian.
“Kami meminta dan memohon agar pihak terkait segera mengambil tindakan tegas. Jangan sampai program swasembada pangan hanya tinggal slogan. Kami di bawah ini yang merasakan langsung dampaknya,” tegasnya.
Kondisi ini menjadi tamparan keras bagi upaya pemerintah pusat dalam mewujudkan program swasembada pangan nasional.
Presiden Prabowo Subianto sendiri telah menandatangani empat regulasi penting sektor pertanian yang menjadi pijakan kebijakan pangan nasional, yaitu:
Instruksi Presiden tentang Irigasi – untuk memperkuat sistem pengairan pertanian,
Peraturan Presiden tentang Neraca Komoditas – guna mengatur keseimbangan produksi dan konsumsi pangan,
Peraturan Presiden tentang Pupuk – untuk menjamin ketersediaan pupuk subsidi secara merata, dan
Peraturan Presiden tentang Penyuluh Pertanian – sebagai dukungan teknis dan edukatif bagi petani di lapangan.
Namun, realitas yang dihadapi petani seperti di Desa Rias Bangka Selatan menunjukkan bahwa pelaksanaan di tingkat daerah belum berjalan efektif.
Alih fungsi lahan pertanian ke perkebunan, lemahnya pengawasan lingkungan, hingga minimnya perlindungan terhadap petani tradisional menjadi faktor penghambat utama.
“Kami sangat mendukung program Presiden Prabowo, tapi kalau kenyataannya sawah kami terus berkurang dan gagal panen, dari mana lagi kami bisa bertahan hidup? Dan siapa yang akan produksi pangan untuk bangsa ini?” tutup sang petani dengan nada penuh harap.
Dengan meningkatnya konversi lahan dan ancaman gagal panen yang nyata, perjuangan swasembada pangan kini benar-benar diuji.
Apakah regulasi yang telah ditandatangani Presiden mampu menjawab tantangan di lapangan, atau justru tenggelam di antara kepentingan ekonomi jangka pendek?
(Eboy)