BerandaBeritaNasional

RUU Penyiaran Dinilai Ancam Kebebasan Pers, PWI-AJI-AVISI Desak Revisi Lebih Demokratis

JAKARTA — Rencana revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran kembali menuai kritik keras dari berbagai elemen pers dan industri media digital.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, tiga organisasi besar yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan Asosiasi Video Streaming Indonesia (AVISI) menyampaikan sejumlah catatan kritis atas draf RUU yang tengah dibahas, Senin (5/5/2025).

Mereka menilai, sejumlah pasal dalam RUU tersebut berpotensi menjadi ancaman serius terhadap kebebasan pers, independensi redaksi, dan kreativitas konten digital di era multiplatform saat ini.

PWI: Jangan Ada Sensor Terselubung

Ketua Umum PWI Pusat, Zulmansyah Sekedang, dalam pernyataannya menyampaikan keprihatinan mendalam. Ia mengingatkan DPR agar tidak mengesahkan revisi UU yang dapat membuka celah bagi sensor dan pembungkaman media.

“Jangan sampai pengawasan media disalahartikan dan berubah menjadi bentuk sensor terselubung. Kemerdekaan pers adalah pilar demokrasi,” tegas Zulmansyah.

Didampingi Sekjen PWI Wina Armada Sukardi, Zulmansyah menyoroti tiga pasal krusial yang dinilai bermasalah:

Pasal 27: Pengawasan konten yang multitafsir.

Pasal 35: Kewajiban menyensor konten “bermasalah” tanpa definisi yang jelas.

Pasal 42: Memberikan kewenangan luas kepada negara untuk mencabut izin siaran.

PWI menegaskan, jika tidak direvisi secara hati-hati, pasal-pasal tersebut bisa menjadi alat represif terhadap media dan jurnalis yang menjalankan tugas secara kritis dan independen.

AJI: Tolak Kriminalisasi Jurnalis

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) turut menyuarakan penolakan terhadap pasal-pasal yang berpotensi digunakan untuk mengkriminalisasi jurnalis. AJI menilai, dalam iklim demokrasi yang sehat, jurnalis harus dilindungi, bukan dibatasi.

“Kami menolak segala bentuk kriminalisasi terhadap jurnalis dengan dalih pelanggaran penyiaran,” ujar perwakilan AJI dalam forum tersebut.

AJI juga mengingatkan bahwa revisi UU ini tidak boleh tumpang tindih dengan UU Pers No. 40 Tahun 1999 yang sudah menjadi payung hukum kebebasan pers di Indonesia.

Baca juga  PWI Bangka Belitung Berkurban Sapi dan Kambing, Wujud Nyata Peduli Sesama

AVISI: Kreator Digital Butuh Perlindungan, Bukan Penyekatan

Perwakilan AVISI menggarisbawahi dampak serius RUU ini terhadap ekosistem konten kreator digital yang tengah berkembang pesat. Menurut AVISI, regulasi baru harus menyesuaikan dengan perkembangan teknologi, bukan justru menghambatnya.

“Regulasi yang terlalu kaku bisa membuat kreator lokal hengkang ke platform luar negeri. Ini kerugian besar bagi ekonomi digital nasional,” ujarnya.

AVISI meminta agar DPR merancang aturan yang lebih akomodatif terhadap konten kreatif, serta melibatkan pelaku industri digital dalam setiap proses penyusunan kebijakan.

DPR: Terbuka untuk Dialog dan Revisi

Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, menyambut baik semua masukan yang disampaikan oleh PWI, AJI, dan AVISI. Ia menegaskan bahwa DPR tidak akan menutup ruang dialog.

“RUU ini tidak akan disahkan tanpa kajian mendalam. Prinsip kami adalah menjaga keseimbangan antara perlindungan publik dan kebebasan berekspresi,” ujar Dave.

Dave menyebut ada tiga fokus utama dalam pembahasan lanjutan RUU Penyiaran:

Menghindari tumpang tindih dengan UU Pers.

Menjamin kebebasan pers dan etika jurnalistik.

Mengatur konten digital secara proporsional dan tidak represif.

Masa Depan Media: Antara Regulasi dan Demokrasi

RUU Penyiaran kini berada di titik kritis. Di satu sisi, negara berkepentingan melindungi masyarakat dari konten yang meresahkan. Namun di sisi lain, pers dan kreator digital khawatir jika regulasi ini terlalu jauh, maka ruang demokrasi bisa terancam.

“Kami akan terus mengawal proses revisi ini. RUU ini harus melindungi, bukan membungkam,” tutup Zulmansyah Sekedang, Ketua Umum PWI Pusat.

Komisi I DPR RI berjanji akan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam proses legislasi lanjutan dan memastikan bahwa RUU Penyiaran menjadi payung hukum yang adil, demokratis, dan sesuai zaman.

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
error: Content is protected !!