Bangka BelitungBeritaPT Timah

Peran Etnis Tionghoa dalam Sejarah Pertambangan Timah Bangka Belitung

Bangka Belitung – Sejarah panjang pertambangan timah di Bangka Belitung tidak bisa dilepaskan dari peran etnis Tionghoa. Mereka telah datang ke wilayah ini sejak abad ke-18 untuk bekerja sebagai penambang dan membawa inovasi dalam teknologi tambang.

Hingga saat ini, jejak mereka masih terasa dalam berbagai sektor industri yang berkembang dari pertambangan timah.

Sejarawan dan Budayawan Bangka Belitung, Dato Akhmad Elvian DPMP, mengungkapkan bahwa kedatangan pekerja tambang Tionghoa dimulai pada tahun 1722, ketika Sultan Ratu Anom Komaruddin menandatangani kontrak perdagangan timah dengan VOC.

Dalam kontrak tersebut, Sultan diwajibkan meningkatkan produksi timah hingga 30 ribu pikul per tahun. Untuk memenuhi target ini, pada tahun 1724, Sultan Mahmud Badaruddin I Jayowikromo mendatangkan tenaga kerja dari berbagai wilayah seperti Vietnam, Laos, Kamboja, Pattani, Johor, dan Semenanjung Malaka.

“Jumlah timah yang harus diproduksi sangat besar, sehingga tenaga kerja tambahan dari China dan kawasan sekitarnya didatangkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut,” ujar Elvian, Senin (03/02/2025).

Selain menambah tenaga kerja, kedatangan mereka juga membawa teknologi pertambangan baru, seperti teknologi kulit dan kulong kulit. Metode ini membutuhkan waktu 7 hingga 8 bulan untuk membuka lapisan tanah sebelum timah dapat ditemukan dan ditambang.

Akibatnya, para pekerja Tionghoa harus tinggal di sekitar lokasi tambang, yang kemudian membentuk komunitas Tionghoa di Bangka Belitung.

Seiring perkembangan zaman, pertambangan timah di Bangka Belitung mengalami berbagai perubahan. PT Timah sebagai penerus perusahaan tambang sebelumnya—BTW, GMB, NV. SITEM, dan PN Timah—tetap mempertahankan peran etnis Tionghoa dalam sistem pertambangan tradisional.

Baca juga  PT Timah Berbagi Kebahagiaan dengan Anak Yatim Piatu Babar di Sobat Aksi Ramadan 2025

Salah satu peran penting yang masih dipertahankan adalah Kepala Parit (Parittew), sebuah posisi yang mengawasi teknik penambangan di parit-parit tambang timah. Selain itu, industri Pewter—kerajinan berbasis timah—masih sangat bergantung pada keterampilan masyarakat Tionghoa Bangka.

“Keahlian orang Tionghoa Bangka dalam industri pewter sangat dibutuhkan PT Timah. Meski aktivitasnya kini lebih beragam, keberadaan mereka tetap menjadi bagian dari ekosistem industri ini,” jelas Elvian.

Lebih jauh, ia berharap PT Timah terus berkontribusi dalam menjaga harmonisasi antar-SARA di Bangka Belitung melalui berbagai program sosial yang menyentuh aspek ekonomi, keagamaan, sosial, dan budaya.

Ketua Komisi VII DPR RI, Bambang Patijaya, menegaskan bahwa etnis Tionghoa telah menjadi bagian dari sejarah panjang pertambangan timah di Bangka Belitung.

“Sejak dulu, masyarakat Tionghoa didatangkan untuk bekerja di sektor pertimahan. Meski saat ini tidak semuanya bekerja di tambang, hubungan sejarah mereka dengan industri ini tetap kuat,” ujar politisi yang akrab disapa BPJ ini.

Menurutnya, meskipun industri pertambangan timah masih menjadi tulang punggung ekonomi Bangka Belitung, diversifikasi ekonomi menjadi tantangan ke depan agar daerah ini tidak hanya bergantung pada sektor tambang.

Dengan sejarah yang panjang dan keterlibatan etnis Tionghoa yang begitu mendalam, pertambangan timah di Bangka Belitung bukan hanya tentang eksploitasi sumber daya alam, tetapi juga kisah akulturasi budaya dan peran berbagai komunitas dalam membangun daerah. (Eboy)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
error: Content is protected !!