Bangka BelitungBerandaBerita

Aset Negara Menguap, Imam Kusnadi Diduga Lalai Awasi RSUP Soekarno

PANGKALPINANG — Raibnya 17 unit ventilator senilai lebih dari Rp5 miliar di RSUP Ir. (H.C.) Soekarno kembali mengguncang kepercayaan publik terhadap sistem pengawasan aset di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Sabtu (5/7/2025).

Sorotan paling tajam kini mengarah pada Inspektur Daerah, Imam Kusnadi, yang dinilai gagal mengawal mekanisme pengawasan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) rumah sakit tersebut.

Menurut sumber internal Pemprov Bangka Belitung, hilangnya belasan ventilator baru terkuak setelah tim akuntansi RSUP melakukan pencocokan fisik persediaan alat kesehatan pada pertengahan Juni 2025.

Seluruh unit bernilai rata‑rata Rp300 juta tersebut terakhir tercatat dalam laporan barang milik daerah per Desember 2024, namun tidak pernah digunakan karena masih tersimpan di gudang logistik. Investigasi awal menegaskan:

Dokumen serah terima barang dan nomor seri ventilator memang tercantum.

CCTV gudang mati sejak April 2025 karena perbaikan jaringan yang tertunda.

Tidak ada pencatatan lintas keluar-masuk barang setelah Februari 2025.

Pihak rumah sakit telah melapor ke Polda Kepulauan Bangka Belitung pada 1 Juli 2025. Penyelidik kini menelusuri kemungkinan penjualan ilegal melalui pasar alat kesehatan bekas di Jakarta dan Medan.

Sebagai BLUD, RSUP Soekarno wajib menjalani evaluasi kinerja dan audit kepatuhan minimal sekali setahun oleh Inspektorat.

Kewajiban ini ditegaskan dalam Keputusan Gubernur Babel No. 188.44/1017/Dinkes/2021 (17 Juli 2024) tentang pembentukan Dewan Pengawas BLUD. Namun, laporan pengawasan semester II/2024 tidak menyinggung risiko kehilangan aset.

“Inspektorat seharusnya menguasai peta risiko rumah sakit: kelemahan gudang, akses logistik, hingga integritas petugas,” ujar narasumber internal yang meminta identitasnya dirahasiakan, Jumat (4/7/2025). “Kalau ventilator—barang besar, mahal, dan krusial—bisa hilang, maka pengawasan kita kolaps.”

Aktivis antikorupsi lokal, Yusuf Pratama dari Babel Watch, menilai kelalaian pengawasan ini “bersifat sistemik” karena:

Audit 2024–2025 belum dipublikasi.

Rekomendasi 2023 soal peningkatan pengamanan barang berharga tidak dijalankan.

Dewan Pengawas BLUD belum pernah menggelar rapat evaluasi terbuka sejak Januari 2024.

Baca juga  Noni Hidayat Arsani Tegaskan Strategi Posyandu dan 6 Standar Pelayanan Minimal di Belitung Timur

RSUP Soekarno memang bukan kali pertama terseret masalah. Pada Februari 2025, Holpi, Pejabat Pembuat Komitmen proyek Modular Operating Theatre (MOT) senilai Rp6 miliar, ditetapkan tersangka korupsi pengadaan modul ruang operasi. Kasus ini sempat memicu moratorium belanja modal di RSUP hingga Mei 2025.

Kombinasi skandal MOT dan hilangnya ventilator memunculkan dugaan publik bahwa pengawasan internal di tingkat provinsi “mandul”. “Kedua kasus sama‑sama lolos di depan mata Inspektorat,” kritik Yusuf.

Gelombang #SaveAsetDaerah yang viral di media sosial Kamis malam menggugah Penjabat Gubernur Safrizal bersuara. Dalam siaran pers Jumat pagi, beliau menegaskan:

Tim Audit Investigatif gabungan Inspektorat, Badan Keuangan Daerah, dan BPKP segera turun dalam 7 hari.

Evaluasi kinerja Inspektorat akan digelar, termasuk kemungkinan penonaktifan pejabat bila ditemukan kelalaian berat.

Pemasangan CCTV baru dan penerapan barcode inventory untuk seluruh alat kesehatan di RSUP Soekarno sebelum Agustus 2025.

Ketika dimintai konfirmasi, Imam Kusnadi belum menjawab panggilan telepon dan pesan tertulis hingga berita ini ditayangkan. Staf protokol Inspektorat hanya menyebut “Pak Imam sedang menyiapkan laporan internal”.

Pakar hukum administrasi Universitas Bangka Belitung, Dr. Sri Andayani, mengingatkan potensi jerat pidana: “Pasal 3 UU Tipikor menyasar siapa pun yang karena jabatannya menyalahgunakan kewenangan hingga merugikan keuangan negara—termasuk kelalaian serius.”

Dari sisi layanan, 17 ventilator setara kapasitas ICU satu lantai. Jika suatu saat terjadi lonjakan kasus penyakit pernapasan, RSUP terancam tidak siap. “Ini bukan angka di kertas—ini nyawa,” tegas Sri.

Hilangnya ventilator miliaran rupiah tak ubahnya indikator lampu merah bagi tata kelola aset daerah. Publik menuntut jawab tegas: siapa yang lalai, siapa yang bermain, dan bagaimana mencegah tragedi serupa kembali terulang.

Jika Imam Kusnadi dan jajaran Inspektorat tak segera membuka fakta, maka bukan saja aset negara yang menguap—tetapi juga kepercayaan masyarakat terhadap pengawas internal pemerintah daerah. (Yud)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
error: Content is protected !!