Perjuangkan Hak Tunanetra dalam Layanan Publik, Ombudsman Babel Jemput Bola ke Pertuni

PANGKALPINANG – Ombudsman Perwakilan Kepulauan Bangka Belitung (Babel) menggelar kegiatan Jemput Bola Layanan Aduan di kantor DPD Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Bangka Belitung pada Kamis (6/3/2025).
Kegiatan ini bertujuan untuk memperluas akses pengaduan masyarakat, khususnya kelompok disabilitas, serta menggali berbagai permasalahan terkait pelayanan publik.
Kegiatan yang dipimpin oleh Kepala Perwakilan Ombudsman Babel, Shulby Yozar Ariadhy, mendapat sambutan hangat dari Ketua DPD Pertuni Babel, Eka Pratiwi Taufanty.
Yozar menegaskan bahwa inisiatif ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan 25 tahun Ombudsman RI yang menunjukkan komitmen kuat dalam mendampingi penyandang disabilitas di Bangka Belitung.
“Kami serius dalam memberikan pendampingan dan memastikan hak-hak penyandang disabilitas terpenuhi. Ombudsman hadir untuk memastikan layanan publik dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, termasuk tunanetra,” ujar Yozar.
Dalam pertemuan ini, DPD Pertuni Babel menyampaikan berbagai kendala yang masih dihadapi penyandang tunanetra di Bangka Belitung.
Beberapa permasalahan utama yang disoroti antara lain:
Kesulitan mendapatkan alat bantu seperti tongkat adaptif dan perangkat teknologi penunjang.
Proses pengajuan BPJS Kesehatan PBI (Penerima Bantuan Iuran) yang masih rumit dan sulit diakses.
Minimnya kesempatan kerja bagi tunanetra di sektor formal, meskipun ada aturan yang mewajibkan inklusivitas di dunia kerja.
Menanggapi hal ini, Ombudsman Babel memberikan edukasi kepada anggota Pertuni mengenai cara berpartisipasi dalam pengawasan layanan publik, termasuk melaporkan dugaan maladministrasi yang mereka alami.
“Jika ada indikasi pelayanan publik yang tidak sesuai prosedur atau merugikan masyarakat, segera laporkan ke Ombudsman. Kami akan menindaklanjuti demi keadilan bagi semua warga, termasuk penyandang tunanetra,” tegas Yozar.
Ketua DPD Pertuni Babel, Eka Pratiwi Taufanty, mengapresiasi inisiatif Ombudsman dalam mendekatkan layanan pengaduan kepada kelompok disabilitas.
Menurutnya, tunanetra tidak hanya membutuhkan bantuan sosial, tetapi juga advokasi hak-hak mereka dalam kebijakan layanan publik.
“Kami berharap Ombudsman Babel benar-benar menjadi lembaga yang kredibel dan profesional dalam mengawal hak-hak penyandang disabilitas. Pendampingan seperti ini jauh lebih berarti daripada sekadar bantuan charity,” ujar Eka.
Dengan adanya kegiatan ini, Ombudsman Babel membuktikan komitmennya dalam meningkatkan akses dan kualitas layanan publik bagi kelompok rentan.
Diharapkan langkah ini bisa menjadi model bagi daerah lain dalam memperjuangkan hak-hak disabilitas di Indonesia. (Eboy)





